La empresa guerra

Menyebarkan Paham Kapitalisme Melalui Perang

Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang mencoba membuka mata kita mengenai cara perang terkini. Buku ini juga membawa pembaca untuk dapat memandang dengan jernih semua kebiadaban yang dilakukan di balik kabut peperangan yang dikobarkan dengan berbagai macam bendera dari berbagai macam kelompok, agama hingga sentimen kedaerahan di tanah air kita sendiri. Dengan bahasa yang lugas dipaparkan mengenai kelompok paramiliter yang ternyata sekadar pion dari perang gaya baru yang dilancarkan oleh institusi tertentu seperti negara dan militer yang menggandeng para pemilik modal, terhadap berbagai pihak yang menghalangi atau mengancam kepentingan mereka. Bahkan terhadap para petani miskin sekalipun. 


Dalam buku ini juga kita akan melihat banyak contoh pasukan nonreguler, bersama dengan pasukan reguler memerangi rakyatnya sendiri. Ada Los Paras di Kolombia, Guardias Blancas (Pengawal Putih) di Meksiko, Baret Merah di Serbia, RCD di Rwanda dan masih banyak lagi kelompok-kelompok paramiliter yang beroperasi di Amerika Latin, Afrika, negara-negara Balkan, serta Asia yang selalu siap menebar teror. 
Dilengkapi pula tulisan George Junus Aditjondro dan Andi Widjajanto untuk beberapa kasus di Indonesia. Beberapa kota di negeri ini sempat digegerkan oleh kegagahan berbagai macam kelompok paramiliter. Mereka seolah segerombolan manusia tanpa asal-usul yang menerobos masuk ke dalam tata masyarakat beradab sambil membawa tata peperangan purba yang tidak mengenal perikemanusiaan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka seperti tidak tersentuh oleh hukum, sekalipun telah melakukan serangkaian pembunuhan yang keji. 


Dikaitkan dalam konteks kekinian, perang (baca: pembantaian massal) Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Irak sejak tahun 2003 menelan korban jiwa 655 ribu orang. Belum lagi di Afganistan. Ratusan ribu nyawa anak-anak, wanita, orang tua dan penduduk sipil yang tidak bersalah melayang. Ribuan anak-anak lahir cacat akibat radiasi senjata pemusnah massal yang mereka gunakan. Mereka tidak dapat sekolah, apalagi bermain. Ribuan bangunan hancur dan porak-poranda; kesucian Alquran dan masjid diinjak-injak, kehormatan wanita dicabuli.

Perang terus berlangsung, entah sampai kapan. Yang pasti, korban terus berjatuhan. Utamanya dari kalangan rakyat sipil. Mereka, umumnya tak mengerti kenapa AS dan sekutunya menyerang tanah kelahirannya. Mereka, yang kebanyakan tak paham tujuan AS menjajah negerinya. Invasi yang disebut-sebut secara sepihak oleh pejabat Amerika sebagai "Aksi Pembebasan Rakyat Irak" itu sebenarnya hanyalah omong kosong belaka. Logikanya, jika memang berniat "baik", tak usah ada peluru untuk membunuh rakyat sipil Irak. Di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya. Pasukan gabungan gemar memuntahkan peluru untuk rakyat sipil, karena dinilai membahayakan dengan aksi yang mereka sebut sebagai "bom bunuh diri" itu. Jadi, tentara AS dan Inggris di medan tempur merasa sah untuk melakukan pembantaian. Inilah perang yang dikobarkan AS dan sekutunya, tak kenal kompromi. Biadab.


AS adalah negara yang baru muncul sebagai negara adi daya nomor satu di dunia setelah Perang Dunia II. Kepemimpinan AS atas negara-negara Barat menggantikan Jerman yang kalah perang dan Inggris yang sudah hilang keadidayaannya. AS sendiri pada hakikatnya adalah negara yang dibentuk oleh para pelarian bangsa-bangsa Eropa. Oleh karena itu, dari segi ideologi, AS setali tiga uang dengan negara-negara Eropa Kapitalis Kolonialis Imperialis yang telah menjajah negara-negara dunia ketiga. Negara-negara Kapitalis penjajah itu memiliki potensi konflik berupa persaingan dan perebutan atas kekayaan daerah jajahan seperti yang sangat menyolok di negeri Afrika antar-AS, Inggris dan Prancis.


Penjajahan di atas dunia sama saja. Ia mulanya merupakan metode penyebaran ideologi Kapitalisme. Namun dalam praktiknya ternyata penjajahan lebih merupakan tujuan dalam pendudukan negara-negara Kapitalis di negara-negara dunia ketiga. Oleh karena itu, tidak heran kalau selalu muncul persaingan sengit antara negara-negara penjajah itu. Bahkan, perang dunia pertama dan kedua adalah refleksi dari konflik keserakahan antara negara-negara penjajah Eropa. Dalam perspektif ini kita bisa menarik bahwa konflik-konfllik di wilayah yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa seperti di kawasan timur tengah dan Asia serta kawasan Afrika tidak lepas dari bayang-bayang konflik antarnegara kaya kapitalis serakah itu.